Senin, Juli 14, 2008

Demi sesuap nasi melalui event PON XVII

Hidup memang tidak mudah, apalagi ditunjang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini, sehingga sangat mempengaruhi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok hidup lainnya. Untuk bisa memenuhi kebutuhan bagi kehidupan keluarganya harus kerja keras dan semakin keras. Pemikiran itu setidaknya selalu terlintas dibenak batin Nur Sholeh, warga Jawa Tengah asal Klaten, “Demi sesuap nasi saya harus rela menyeberang lautan selama dua hari lebih untuk menuju Bumi Etam Kalimantan Timur”. Momentum PON XVI 2008 dimanfaatkan oleh Nor Sholeh bersama 50 orang lebih temannya untuk berjualan kaos dan barang-barang souvenir lain yang seluruhnya beridentitas PON XVII Tahun 2008 Kalimantan Timur. Para penjaja barang souvenir itu dikoordinir oleh seseorang yang biasa dipanggil Boss, karena boss inilah yang memasok modal, berapapun yang dibutuhkan. Biasanya kepada setiap pedagang tidak langsung diberi banyak modal atau barang, tetapi pertama pasti sedikit, jika penjualan baik, modalnya akan ditambah disesuaikan dengan kebutuhan. “Yang saya ikuti membawa 60 lusin. Itu jumlah paling sedikit, karena yang lain ribuan lusin. Jadi, mengenai berapa pendapatan saya, juga tergantung seberapa banyak kaos yang terjual. Mudah-mudahan boss saya baik, sehingga saya bisa membawa pulang banyak uang. Ini karena pendapatan tergantung juga kebaikan hati bos, sedangkan hati orang berbeda-beda. Ada yang mau kasih banyak, ada yang sedikit, dan macam-macamlah”, tutur Nur Sholeh. Bapak 3 orang putera dan puteri ini berharap, dagangan yang digelar diemper-emper Stadion Utama Palaran Samarinda dengan modal sekitar Rp 7-10 juta dapat laku dan habis terjual. Selama hari Jum’at kemarin, Nor Sholeh mengaku baru mendapatkan hasil penjualan Rp 2 juta (kotor). Hal senada diungkapkan Yashid, warga Jawa Tengah asal Boyolali yang juga berjualan kaos di PON XVII Kalimantan Timur, lokasinya bersebelahan dengan Nur Sholeh. Yashid, pekerjaan sehari-hari memang berjualan barang serupa dengan cara memanfaatkan setiap momentum besar, baik di tingkat regional maupun nasional. Pekerjaan itu telah dilakoninya bertahun-tahun, mulai dari tingkatan kecil, setingkat kabupaten/kota , tingkat provinsi hingga nasional, semuanya diikutinya secara seksama. Tentang omzet, warga Donohudan Boyolali itu mengaku rata-rata berkisar antara Rp 2-3 juta sehari. Pekerjaan itu ditekuni, karena tidak mengenal rugi. Setiap langkah yang dilakukannya selalu dihitung dengan cermat, sehingga kerugian dapat dihindari. Sama dengan Nor Sholeh, Yashid berharap banyak, barang dagangannya bisa habis terjual sebelum penutupan, karena untuk perjalanan pulang kembali ke Jawa Tengah harus disesuaikan dengan jadual pelayaran kapal. ***

**Bagian Publikasi - Biro Humas Setda Prov. Jateng**

Tidak ada komentar: